Senin, 25 April 2011

Getar...

25-4-2011

My first journal!!! Akhirnya semangat dan hasrat untuk menulis sesuatu muncul lagi. Dan kali ini takkan kubiarkan dia meninggalkanku lagi seperti dulu. Akan kujaga dia, meskipun nyalanya hanya tinggal sebuah bara tipis yang dihempaskan angin.

Senin, hari ini pertama kekampus, setelah minggu UTS selesai. Seperti biasa, bangun kesiangan akibat Football Manager bekerja dengan sangat baik membuatku mencandunya. Ditambah beberapa koleksi film membuat insomniaku yang sangat parah seperti bertemu kekasihnya yang telah lama pergi.
Seperti biasa, setelah mandi aku sarapan dengan sepiring mie goreng dan telor ceplok buatannya. Hampir menggerutu karena malas makan mie, ingin rasanya memakzulkan kemampuan memasaknya yang sebenarnya luar biasa. Namun setelah melihat kalender, ada pemakluman tersendiri. Langsung merasa betapa durhakanya saya, hampir menghilangkan senyumannya yang letih itu.
Berangkat kekampus dengan bekal 27ribu rupiah. Aku merasa benar2 menjadi rakyat Indonesia yang menderita karena demonya tak pernah masuk barang seoktaf pun ke telinga para wakil rakyat. Ya, apa yang bisa kuperbuat banyak dengan sejumlah uang itu. Bukan bermaksud mengecilkan, sungguh. Namun jika kurinci, uang segitu hanya akan memenuhi kebutuhanku sebagai berikut:
1.       Ongkos
a)      Angkot sampe stasiun = 2x Rp.2000 = Rp.4000
b)      Tiket Kereta Api = 2x Rp.5500 = Rp.11000
c)       Angkot ke Kampus = 2x Rp.1500 = Rp.3000
2.       Makan
Yang paling murah adalah Ketoprak = Rp.5000 dan rasanya ga enak
Yang lain berkisar Rp.8000 keatas.
3.       Sisa Rp.4000!!!! DOOOOOOOOOOONNGGGG
Sungguh, aku percaya masih banyak orang yang kurang beruntung diluar sana. Dan masih banyak cara menghemat. Dan sebenarnya ibu biasanya memberi lebih. Ini hanya keluhan sesaat saja, ditambah saya punya seorang kekasih hati. Bohong berat kalo ada orang cinta ga butuh materi. Bisa2 dituntut orang itu seperti Briptu Norman yang harus melayani banyak tawaran. Dan lagi2 setelah melihat kalender, pemakluman terjadi.
Langkah kekampus didasari beberapa janji. Bertemu Sang Dini. Bertemu sahabat-sahabat terdekat, dan ada janji mendengarkan curahan hati seorang teman lama.
Sesampai dikampus,aku langsung menemui sahabat-sahabatku. Sekedar berintermezo dan obrolan ringan. Ditambah membicarakan beberapa orang juga (GOSIP). Hahahahhahahahaa.
Setelahnya, kita mengisi perut disebuah warung nasi kuning. Untungnya hari itu saya janji ditraktir Sonny, yang berulang tahun. AMAN! Duit bisa hemat. Hehehhehehehe. Ketemu Dini, dan kita berdua berbincang tentang beberapa masalah kita. Semakin menyayangi wanita ini disetiap harinya.
Setelahnya lantas Dini pulang, karena memang sudah sore. Aku agak riskan membiarkannya pulang malam, pernah terjadi trauma di masa lalu mengenai hal ini.
Aku kemudian ditelfon Ficko, teman lama yang ingin bercerita. Memang sudah lama kami tidak berjumpa. Seperti biasa, topik kami tentang seorang gadis yang sudah lama dia dambakan dan tak kunjung menuai hasil. Yah, saya tidak pernah ingin membiarkan dia ditengah kerisauannya terpenjara di hatinya sendiri atas sebab “sayang” yang kita tidak tau apa bedanya dengan sekedar keinginan memiliki.
Namun, saya membiarkannya bukan alasan tak peduli, justru saya peduli.Karena terkadang kepedulian yang dibutuhkan orang lain adalah membiarkannya, dan membuatnya menemukan kedewasaannya sendiri. Jawaban atas jalan hidupnya. Mozaik, jika mengutip kata-kata Andrea Hirata.
Rasa empati itu muncul dan berbeda dengan simpati. Simpati itu sekedar rasa kasihan, hanya itu tak lebih. Dan empati akan muncul karena adanya kesamaan pengalaman. Jujur saya pernah mengalami apa yang ficko rasakan. Begitu mendamba,seseorang. Berharap bisa memilikinya. Tidak ada yang salah, kadang untuk membuat kita mengerti dia bukan untuk kita adalah dengan merasakan sakit yang amat sangat. Tidak ada yang salah. Justru lelaki akan menjadi sejati ketika pernah kehilangan wanita.
Selalu ada banyak kesempatan dan cara bagi kita untuk mendapatkan atau mendekati seorang wanita, dan itu mudah. Namun yang sulit adalah bagaimana kita melupakan seorang wanita. Maka nikmati rasa sakit itu, dan jadilah dewasa.

Setelah beberapa jam coffetime ,aku pulang ke Bogor. Aku memilih ekonomi. Karena teringat sebuah hutang, dan aku harus menyimpan sebagian uang itu. Di kereta aku bertemu beberapa anak jalanan dan pengamen. Ada seorang pengamen wanita, yang sangat kukenal. Dulu beberapa tahun kebelakang, dia kerap memakai seragam SMP nya untuk mengamen sepulang sekolah. Kerap kali sampai malam hanya sekedar mencari bebereapa ribu rupiah. Sekarang kulihat, badannya telah menunjukkan dia tumbuh sebagai wanita yang “matang” secara biologis. Namun tetap dengan profesinya dulu. Pengamen. Rupanya, niat dan semangat, serta doa saja tak cukup baik untuk merubah keinginan seseorang lebih baik. Di Tanah Pertiwi ini, hanya pride yang selali dipagari oleh uang yang dapat mengubah semuanya. Aku ingat ibu dulu berkata, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya harus pake uang”. Rasa-rasanya aku sedikit mengerti hal itu.

-DSN-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar